Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

Integritas Akhlak dan Politik

  • Kamis, 10 Mei 2012
  • ygw-gila


  • SEWAKTU saya studi di Jakarta, ada seorang anak anggota DPR yang tidak mau sekolah lagi karena kerap diejek oleh teman-temannya. Dalam imej teman-temannya, orang tua si anak itu adalah orang tidak benar, suka korupsi dan makan uang haram. Meski tuduhan tersebut belum tentu benar, tetapi imej anak-anak itu telah terbentuk sedemikian rupa karena gencarnya pemberitaan seputar beberapa oknum yang bertugas di lembaga terhormat itu terindikasi melakukan korupsi dalam jabatannya.

    Ini satu contoh bahwa sebagian masayarakat awam cenderung berimej, politik itu kotor, ajang tipu muslihat, penuh kepura-puraan, kebohongan, manipulasi, basa basi dan ketidakjujuran. Berbagai sifat jelek lainnya pun seolah-olah menjadi “asam-garam”-nya dunia politik. Di dalamnya seakan tidak ada ketulusan dan kesejatian, yang ada hanyalah kepentingan.

    Karena itu, ada sebuah adagium bahwa “dalam politik tidak ada kawan dan lawan sejati, yang abadi hanyalah kepentingan”. Ketika kepentingannya sama, mereka berkawan, tetapi ketika kepentingannya berbeda mereka pun berlawanan. Kalau dikatakan demikian, maka dunia politik adalah dunia gersang, jauh dari nilai-nilai agama. Dengan begitu, tidak ada lagi tempat bagi ulama, ustaz, dan orang shalih lainnya masuk ke dalamnya, alias mereka harus menjauhinya.

    Pernyataan dan persepsi di atas memang kerap terdengar. Bahkan, yang memprihatinkan lagi adalah bilamana pandangan seperti itu banyak dianut oleh para politisi kita. Jadi, dapat dibayangkan betapa bahayanya masa depan perpolitikan itu, sebab orang-orang pada berpikir bahwa dalam politik berperilaku kotor dianggap lazim dan sah-sah saja. Bisa jadi orang yang jujur, shalih, lurus dan santun pun dalam berpolitik malah dianggap aneh, lugu, kampungan, bodoh dan ketinggalan zaman.

     Politik akal-akalan
    Apa memang demikian adanya? Bila ya, alangkah jahatnya kehidupan di dunia politik. Tidak ada lagikah peran akhlak dan sikap mental agama di dalamnya? Semua cara dihalalkan untuk mencapai tujuan dan kekuasaan. Penipuan, kepura-puraan, ketidakjujuran, dan siasat kotor seperti intimidasi, manipulasi, suap, bertindak curang dan sejenisnya dianggap sebagai hal yang lumrah. Inilah yang disebut bahwa politik itu akal-akalan.

    Sebenarnya pandangan tersebut bermula dari paham sekuler yang berupaya memisahkan antara akhlak agamis dengan politik. Agama ditinggalkan di masjid-masjid, meunasah, mushalla atau di surau. Nilai-nilai dan ajaran agama tidak ada dalam arena politik. Bidang politik adalah sisi kehidupan yang sama sekali sekuler, sedangkan agama adalah urusan kerohanian, soal akhirat atau pahala dan dosa. Politik tidak ada urusannya dengan pahala dan dosa, surga atau neraka, bahkan tidak ada hubungan dengan baik dan buruk. Politik adalah sebuah ajang persaingan bebas nilai yang sepenuhnya urusan duniawi, dipandang hanya sebagai arena perebutan kekuasaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan akhlak agama.

    Ajaran Islam tidak mengenal adanya pengkotak-kotakan antara agama dan politik, tidak ada pembatasan ruang dan waktu dari ajarannya, ia bisa dihadirkan dalam segala bidang kehidupan umat manusia. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia secara utuh dan menyeluruh, termasuk mengatur persoalan politik. Ajaran Islam harus senantiasa memberikan tuntunan dalam segala aspek kehidupan manusia.

    Politik adalah ikhtiar yang dipandang sebagai kewajiban umat Islam. Ikhtiar untuk menemukan cara hidup yang secara total menawarkan landasan akhlak dan etis bagi pemecahan semua masalah kehidupan. Islam adalah agama dunia dan daulah negara politik. Islam adalah sistem keyakinan dan sistem syari’ah serta agama sempurna yang didesain Allah untuk kebaikan manusia sampai akhir zaman dan juga kebaikan hidup akhirat.

     Risalah universal
    Karena itu, tuntunannya dalam berpolitik pasti tetap dan akan selalu relevan dalam setiap zaman dan tempat. Islam merupakan risalah universal untuk semua manusia. Ketentuan Allah ini sudah final dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Islam pun menawarkan landasan moral dan melarang untuk mengahalalkan cara politik kotor.

    Dalam lapangan kehidupan apa pun, akhlak Islami harus menjadi acuan. Islam mestinya selalu hadir menjadi nafas dari seluruh aspek aktivitas kehidupan manusia. Kecurangan, penipuan, suap, dusta dan yang sejenisnya terlarang, termasuk dalam dunia politik. Setiap Muslim harus mempraktikkan akhlak mulia dalam seluruh aspek kehidupannya.

    Tidak ada kamusnya bahwa dalam politik orang dihalalkan menempuh segala cara yang tidak terpuji dan tidak sesuai dengan akhlak mulia. Inilah sebabnya beberapa partai politik memasukkan “akhlak” sebagai garis perjuangannya. Agama dan politik harus seiring sejalan. Tidak bisa dibayangkan bagaimana kehidupan politik tanpa akhlak, yang berarti sama dengan tidak beradab.

    Orang Muslim yang memilih politik sebagai lapangan perjuangannya harus menegakkan nilai-nilai akhlak Islam, paling kurang dengan tiga cara yaitu: Pertama, ia tidak sampai larut dalam paham masyarakat sekuler yang berpandangan bahwa dalam politik orang boleh bertindak apa maunya tanpa mempedulikan agama yang dianutnya. Kedua, menegakkan akhlak mulia dengan strategi mengubah pandangan keliru yang dilakukan dengan lisan atau dengan harta, atau dengan memberi suri tauladan. Ketiga, seorang Muslim yang menggeluti dunia politik berjuang untuk amar ma’ruf nahi munkar, mengajak melakukan yang baik dan memberantas kemungkaran.

     Penting direnungkan
    Dari segi ini adalah sebuah kebaikan bilamana ulama, ustaz, guru agama atau pemangku pesantren berkiprah dalam dunia politik, selama mereka mempunyai potensi untuk mewarnai lembaganya. Bukan malah menjadi sosok yang diwarnai, terlebih sampai-sampai melahirkan gelar baru dengan sebutan “mantan ustaz”. Na’uzubillah. Perpolitikan adalah suatu wadah perjuangan yang tidak mungkin diabaikan oleh pemuka agama, karena dari lembaga ini aspirasi dapat disampaikan.

    Politik yang berorientasi pada amar ma’ruf nahy munkar inilah yang penting direnungkan untuk diwujudkan oleh para politisi di masa-masa mendatang. Tugas politisi dan semua kalangan umat beragama adalah memberi warna yang bernuansa agama agar perpolitikan tidak dijadikan sebagai panggung sandiwara, tetapi diarahkan untuk menentukan pemimpin yang dapat menegakkan kebenaran dan memberantas kebatilan.***

    0 komentar:

    Posting Komentar

    (c) Copyright 2010 politik. Blogger template by Bloggermint